Berubat dengan yang Haram (1)
Ilustrasi
Sebahagian ulama bahkan sempat membolehkan dengan alasan jika tidak diobati dengan makanan yang haram tersebut dapat berujung kepada kematian.
Namun, ada juga yang memilih makanan haram hanya sekedar mengobati penyakit-penyakit ringan yang sebenarnya masih dapat disembuhkan dengan metode dan obat-obatan yang halal.
Seperti yang diyakini masayarakat disebahagian tempat di Pulau Jawa. Mereka menjadikan darah binatang sebagai obat untuk anemia.
Bagaimakah hukumnya dalam Islam tentang kasus-kasus demikian? Syekh Yusuf Qardhawi dalam Fatwa Kontemporer-nya mengupas tentang hal ini.
Menurut dia, perlu ditinjau kembali apakah berobat tersebut sudah sampai kepada tingkat darurat. Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang diharamkan itu.
Dalam hal ini, para ulama fikih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya makan. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan,"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (HR. Bukhari).
Sementara mereka ada juga yang menganggap keadaan seperti itu sebagai keadaan darurat, sehingga dianggapnya berobat itu seperti makan, dengan alasan bahwa kedua-duanya itu sebagai suatu keharusan kelangsungan hidup.
republika
Tiada ulasan:
Catat Ulasan