Rabu, 19 Disember 2012

Taman Al-Azhar, Akitektur Landskap Islam nan Menawan

Khamis, 20 Disember 2012

Taman Al-Azhar, Arsitektur Lansekap Islam nan Menawan (1)
Salah satu sudut Taman al-Azhar di Kota Kairo, Mesir.
 Taman ini dinobatkan sebagai salah satu dari 60 ruang publik paling memikat di dunia.
Garis cakrawala di ufuk barat merona kemerahan. Sang mentari, perlahan tapi pasti, menenggelamkan diri di balik bangunan-bangunan bertingkat yang menyembul di kejauhan.

Di saat sama, sekelompok ­orangtua, muda, anak-anak ­ tampak ceria menikmati suasana.
Sore itu, seperti sore-sore sebelumnya, keceriaan menyambut terbenamnya matahari mewarnai sudut-sudut Taman al-Azhar, Kairo, Mesir.

Tak cuma warga lokal yang biasa menikmati kehangatan sore di taman seluas 30 hektare itu. Orang-orang dari mancanegara yang sedang mengunjungi Kairo pun senantiasa meluangkan waktu untuk menikmati kemolekan taman ini.

Rekaman keceriaan di Taman al-Azhar pada senja itu terekam jelas dari video yang diunggah Rina Saepulloh di laman Youtube. Di bagian bawah video, tertulis jelas sebuah judul “Beautiful Sunset at Al-Azhar Park”. Ya, Taman al-Azhar memang layak dipuja sebagai tempat yang indah, utamanya saat senja menyapa Kairo.

Kemolekan taman ini juga diakui oleh organisasi nirlaba yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Project for Public Spaces (PPS), yang kemudian menobatkan taman ini sebagai sebagai satu dari 60 ruang publik yang memikat di kolong langit.

Jadi, jika suatu saat Anda berkesempatan menyambangi Kairo, maka jalan-jalan ke Taman al-Azhar wajib Anda agendakan.

Tempat ini dulunya bukanlah taman seperti yang ada pada masa sekarang. Sejarah mencatat, dahulu tempat ini hanya berisi bebatuan. Adalah Agha Khan Development Network (AKDN) yang berkontribusi be sar atas lahirnya taman ini.

Pembangunannya dikemas melalui Program Dukungan Kota-Kota Bersejarah atau Historic Cities Support Programme (HCSP) yang ada dalam Aga Khan Trust for Culture. Institusi ini adalah titisan dari para pembesar Dinasti Fatimiyah.

Taman Al-Azhar, Arsitektur Lansekap Islam nan Menawan (2)
Taman al-Azhar dilihat dari udara.
              Ratusan tahun lamanya Dinasti Fatimiyah memimpin Mesir. Satu hal yang akan selalu diingat, yakni pada masa Khalifah al-Mu’iz, dibangunlah Masjid al-Azhar.

Kelak dari masjid ini, berkembanglah sebuah lembaga pendidikan Islam ternama di dunia, Universitas al- Azhar.

Ditaksir, pembangunan taman ini telah menyedot dana lebih dari 30 juta dolar AS. Taman ini menjadi hadiah kepada Kota Kairo dari penerus Aga Khan IV. Nah, dari taman inilah, guratan-guratan sejarah kota tua Kairo, terekam.

Namun, membuat taman ini, bukanlah pekerjaan mudah. Pada tahap awal, Sites International sebagai pelaksana proyek pembuatan Taman al-Azhar, harus terlebih dahulu meratakan tempat.

Mengutip catatan di laman wikipedia, setidaknya ada 765 ribu kubik tanah harus dikeruk. Sementara 160 ribu ribu kubik lainnya digunakan untuk mengisi tempat lainnya.

Kemudian 605 kubik tanah sisanya mesti melewati proses geoteknik, yang antara lain meliputi proses penyaringan dan pencucian. Tanah-tanah ini lalu dicampur dengan 60 ribu kubik pasir serta humus agar kawasan taman ini menjadi subur.

Hal lain yang dikerjakan da lam proses pembangunan taman ini adalah memindahkan se kitar 1,5 juta meter kubik puing dan tanah dari lokasi ta man ke tempat lain. Untuk memindahkannya dibutuhkan lebih dari 80 ribu truk yang hilirmudik memindahkan puing dan tanah tersebut.

Landskap Islam

Tradisi arsitektur lansekap Islam adalah sesuatu yang ingin diwujudkan oleh para perancang taman ini. Hal itu tampak dari desain dan pilihan tetumbuhan hijaunya.

Ketika proyek pembuatan taman ini tuntas, kota tua Kairo yang sempat tertidur ratusan tahun, tiba-tiba seperti hidup kembali. Guratan-guratan khas kota tua itu terlihat dari area kebun, barisan tempat duduk yang teduh, serta lengkungan khas Fatimiyah di salah satu sisi taman.

Jika diamati, ada pula elemen-elemen bernuansa Parsi dan Dinasti Timurid, semisal desain saluran air dan air mancurnya. 

  
Sungai Nil, simbol abadi dari Mesir dan Kairo, juga dihadirkan dalam bentuk lain. Aliran miniatur Nil inilah yang menjadi suplai bagi isi air kolam di taman.

Tanam-tanaman yang mengisi taman ini dipilih secara selektif, yakni disesuaikan dengan lansekap dan kualitas kesuburan tanah.

Proses ini kabarnya harus melewati serangkaian pengujian yang dilakukan di American University di Kairo.

Pada 2005, taman ini diresmikan dan terbuka untuk khalayak. Menyelami taman ini, pengunjung akan diingatkan pada taman-taman bersejarah di masa kejayaan Islam.

Ada kebun berundak-undak, kolam, air mancur, dan kemolekan warna- warni batu mamluk yang me negaskan betapa indahnya ta man-taman di masa kejayaan Islam.

Di sisi yang lain, tepatnya di dekat gerbang utama, taman ini juga menghadirkan deretan kafe. Tak sekadar tempat makan dan minum, kafe-kafe itu juga ditata apik dengan bangunan kafe yang cantik.

Semua serbaindah dan sedap dipandang. Maka, tak salah jika Taman al-Azhar menjadi salah satu ikon Kairo, juga salah satu taman termolek di dunia.

Dilarang Bermesraan

Taman al-Azhar ini harusnya bisa menjadi sumber inspirasi yang baik buat pengelola ruang terbuka di Tanah Air.

Selain konsep arsitekturnya, ada hal lain yang cukup menarik untuk ditiru. Tak perlu biaya besar kok untuk mewujudkannya. Yang dibutuhkan hanya nyali besar untuk menerapkan aturan sebagaimana di Taman al- Azhar.

Taman al-Azhar ternyata lebih ditujukan bagi ruang berkumpul keluarga. Tak diperbolehkan pasangan muda-mudi duduk berdua-duaan, apalagi bermesraan. Bahkan, mereka yang berstatus suami-istri pun dilarang pamer kemesraan di sini.

Untuk menerapkan aturan ini, taman ini memiliki petugas semacam “polisi moral”. Tugasnya bukan untuk mengatur lalu lintas kendaraan di sekitar taman, melainkan mengawasi dan menegur siapa saja yang bermaksiat di taman ini.

Nah, coba bayangkan, jika polisi semacam ini dihadirkan di Taman Monas dan taman-taman lainnya di Indonesia. Tentu, taman-taman kita akan menjadi tempat yang indah sekaligus bersahabat bagi semua keluarga, terutama anak-anak.

          
Jangan Lupakan SejarahBukan ruang publik biasa. Sebaliknya, ada pesan penting yang ingin disampaikan dari Taman al-Azhar.

Meminjam istilah Bung Karno, maka pesan yang ingin disampaikan taman ini adalah “jas merah” alias jangan melupakan sejarah.

Agar jangan sampai melupakan sejarah maka Taman al-Azhar dilengkapi dengan museum yang merekam sejarah Kairo. Lokasinya ada di sisi utara taman.

Selain museum, tempat bernama Urban Plaza ini juga memiliki area parkir bawah tanah, toko, serta fasilitas kebudayaan.

Nah, museum ini secara jelas merekam evolusi Ibukota Mesir, Kairo. Mulai dari sejarahnya, arsitekturnya, dan sisi-sisi budaya lainnya. Dari area museum, pengunjung juga bisa melihat sisa-sisa kejayaan Mesir lewat panorama benteng Shalahuddin al-Ayyubi serta Masjid Muhammad Ali.

Benteng Shalahuddin ini berketinggian 10 meter. Benteng ini dibangun oleh panglima perang Islam yang pernah menaklukkan Yerussalem. Benteng ini dibangun oleh Shalahuddin pada 1176-1183 M sebagai basis pertahanan Kota Kairo atas ekspansi pasukan Salib.

Sementara Masjid Muhammad Ali dibangun pada 1830-1848 M. Muhammad Ali Pasha memerintahkan membangun masjid ini untuk mengenang putra sulungnya, Tusun Pasha, yang wafat pada 1816 M.

Berdiri megah di kejauhan, Benteng Shalahuddin dan Masjid Muhammad Ali, membuat panorama Taman al-Azhar kian indah saja.

republika

Tiada ulasan:

Catat Ulasan